Kisah dari seorang sahabat

    Sudah mendekati tahun 2008, sebentar lagi akan kutinggalkan tahun 2007 yang penuh dengan pengalaman yang sangat berarti buatku. Yang telah mendewasakan cara berpikirku dan cara aku menyikapi hidup ini. Satu jalan sudah kupilih dan ingin aku lanjutkan tahun depan. Ya Allah ijinkan aku untuk bisa memaafkan seseorang dan melupakan semua perkataannya yang masih saja mengganjal dalam hati ini. Dan bantu aku untuk bisa menempuh perjalanan panjang di dunia ini.
     Liburan akhir tahun ini telah memberikan aku banyak pelajaran tentang hidup dan kehidupan. Saat aku datang ke rumah seorang teman sekaligus sahabatku, tak pernah sedikitpun terbayang dibenakku rumah yang sangat2 sederhana. Rumah khas orang kampung yang hanya berdindingkan anyaman bambu. Bahkan lantainya pun masih ada yang berasal dari tanah. Tapi sahabatku itu tetaplah seorang yang rendah hati, baik dan selalu ingin maju. Tak ada sedikitpun tersirat di wajahnya rasa minder, yang bisa kulihat hanyalah pancaran sinar yang ingin mengubah nasibnya. Sahabatku itu adalah anak ke 4 dari 7 bersaudara, dan dia lah anak laki-laki tertua di keluarganya. Tiga kakaknya cewek dan sudah menikah semua. Tinggal dia dan ketiga adiknya yang belum menikah. Jujur aku salut banget dengan sahabatku itu, di tenggah masalah2 yang dihadapinya dia ga pernah mengeluh tentang materi. Sedangkan orang lain yang masalahnya hanya kecil (menurutku lho hehehe) selalu membesar-besarkan masalahnya sehingga orang lain yang seharusnya ga perlu tahu pun akhirnya tahu. Begitu sabarnya sahabatku itu menjalani hidupnya, bahkan yang bisa kulihat diwajahnya adalah kecerian bukan kesusahan ataupun kesedihan. Rasanya aku iri dengan sahabatku itu, kenapa dia bisa menjalani hidup ini dengan bahagia sedangkan aku blom bisa seperti dia. Pengen banget bisa seperti kamu sahabat…
Faktor umurkah yang menyebabkan sahabatku itu bisa seperti itu? Ehm kayanya ga deh.. Umur sahabatku itu hampir seumuran denganku ko, paling juga dia beberapa bulan lebih tua dari aku dan bedanya pun ga nyampai 1 tahun. Entah kenapa kedewasaan dia sangat lekat dalam hidupnya. Melihat sahabatku itu menginggatkan aku dengan mas ku. Setidaknya sikap dan sifat sahabatku itu hampir sama dengan mas ku. Bagaimana ga sama, sahabatku itu sangat memperhatikan adik-adiknya. Bahkan dia pulalah yang membiayai sekolah adik-adiknya. Kenapa harus sahabatku yang bertanggungjawab terhadap kehidupan adik-adiknya dan ibunya, kemanakan ayahnya? Ayah sahabatku sudah meninggal saat sahabatku duduk di semester 3. Jadinya saat ini sahabatku itu anak yatim.Tahu ga si kalian dari awal dia kuliah sampai selesai kuliah dia mendapatkan beasiswa lho. Karena ga mungkin orang tuanya bisa membiayai kuliah. Maklum biaya kuliah kan mahal. Dan saat ini sahabatku itu sudah diterima menjadi PNS di sebuah institusi pemerintah dengan jabatan strukturnya sebagai peneliti. Sebuah pencapaian terbesar dalam keluarganya. Dan baru dia lah menjadi sarjana di keluarganya.
    Aku mengenal sahabatku itu hampir 2 tahun ini, dan selama aku mengenalnya ga pernah aku lihat dia meremehkan orang lain ataupun menganggap orang lain lebih rendah dari dia. Dia ga berubah sedikitpun, walaupun kariernya bagus dan terpandang. Walau dia dah berhasil tapi dia ga pernah sombong. Satu yang pasti dia ga munafik, seperti orang2. Semoga Allah selalu mengingatkan dia untuk tetap istikhomah di jalan Nya. Ya Allah lindungi sahabatku dimanapun dia berada.
    Makasi sahabat, karena dirimu lah aku bisa banyak belajar darimu. Untuk selalu berjuang mengejar cita2 dan impianku. Makasi dukungan dan nasehatmu. Tak semua jalan kehidupan kita ini akan lurus dan mulus seperti jalan tol. Terkadang jalan hidup ini ada naik dan turun. Seperti bukit, yang disamping kita ada jurang terjal. Kamu bisa melewati jalan terjal itu, maka aku pun akan bisa melewatinya.

Leave a comment